“Intinya, melakukan suatu pembuktian fakta dan kebenaran apa
yang terjadi dengan kasus di Mesuji,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian
Aldrin Pasha di Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan, kemarin (15/12).
Tugas itu dijalankan bersama dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Tim tersebut juga bertugas untuk mencari solusi dengan melibatkan semua unsur, baik masyarakat, aparat, dan perusahaan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga terlibat dalam tim. “Komnas juga ikut. Komnas HAM memiliki perhatian dan data-data juga terhadap kasus tersebut,” papar Julian.
Jika fakta yang dibeber terkait dengan pembantaian tersebut benar, Julian menegaskan, oknum dari unsur mana pun harus ditindak tegas. Dia mengatakan, pemerintah juga serius untuk melakukan penegakan HAM. “Pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah peduli. Kalau ada oknum yang melakukan tindakan tidak patut harus diproses,” kata doktor ilmu politik Hosei University, Tokyo, itu.
Terpisah, Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengatakan, pihaknya siap bekerjama dalam tim untuk menindaklanjuti kasus Mesuji tersebut. “Kami memang mengharapkan ada tim yang menyeluruh,” kata Nur Kholis kepada koran ini.
Menurut dia, Komnas sudah pernah menerima laporan terkait dengan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan. Bahkan ada beberapa laporan, misalnya di OKI, Sumsel. “Kalau yang dilaporkan di Mesuji, kami akan fokus ke situ dulu,” ujarnya.
Komnas, lanjut dia, juga sudah pernah melakukan investigasi terkait dengan sengketa perkebunan. Saat ditanya hasilnya, Nur Kholis mengatakan, “Hasilnya nanti saya cek.”
Dalam pandangannya, kasus di Mesuji tersebut menjadi salah satu contoh bahwa konflik atau sengketa tanah perkebunan memang sangat mengganggu. Menurutnya, kasus seperti itu perlu mendapat perhatian dan penyelesaian secara menyeluruh.
Seperti diberitakan, sekelompok warga dari lembaga adat Megou Pak, Lampung, melaporkan pembantaian yang menewaskan 30 warga ke Komisi III DPR. Jumlah tewas itu adalah sepanjang tahun 2009 hingga 2011. Peristiwa terjadi saat PT Silva Inhutani, perusahaan perkebunan kelapa sawit, akan memperluas lahan.
Perusahaan yang dipimpin warga negara Malaysia bernama Benny Sutanto alias Abeng itu bermaksud memperluas lahan di kawasan Tulang Bawang, Mesuji, dan Sungai Sodong, Lampung. Namun perluasan lahan tersebut ditolak warga adat sekitar. Mereka menolak karena warga di tiga kawasan itu tidak pernah mengembangkan kelapa sawit.
Penolakan itu direspons secara represif oleh PT Silva Inhutani dengan membentuk pengamanan yang melibatkan masyarakat sipil atau pamswakarsa untuk menekan warga.
Polri Sebut Warga yang Menyerang Perusahaan Sawit
Mabes Polri menampik informasi yang disampaikan lembaga adat Megou Pak, Lampung, kepada Komisi III DPR Rabu (14/12) lalu. Korps Bhayangkara juga menegaskan bahwa video sadis pembantaian yang diputar di komisi bidang hukum tersebut bukanlah peristiwa berdarah yang terjadi di desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, Sumsel.
“Ada pihak yang ingin memberi kesan seolah-olah terjadi pembantaian yang dibekingi aparat. Padahal, tidak pernah ada pembantaian itu,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, kemarin (15/12).
Boy mengungkapkan, sejatinya ada dua kasus berbeda. Pertama, bentrokan antara warga dan pegawai PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, Sumsel, pada 21 April 2011. Kedua, sengketa lahan perkebunan sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung, pada November 2010 antara warga dan PT Silva Inhutani. Bedanya, warga Mesuji, Lampung, menuding PT Silva Inhutani tidak memiliki izin di wilayah tersebut.
Nah, peristiwa yang sampai menimbulkan korban jiwa itu terjadi di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, Sumsel. Namun, korban tidak mencapai 30 orang. Tapi tujuh orang. Yang menjadi korban, dua orang dari warga setempat sedangkan lima orang lainnya justru dari petugas keamanan SWA. Sedangkan di Kabupaten Mesuji, Lampung, sengketa tidak sampai menimbulkan bentrokan fisik dan korban jiwa.
Boy mengungkapkan, video yang diputar di DPR adalah gabungan dari berbagai peristiwa yang dicampuradukkan. Memang, dia mengakui, ada beberapa adegan yang diambil dari bentrok di Sungai Sodong. Yakni ketika ada seseorang dengan senjata laras panjang yang biasa digunakan polisi membawa bagian tubuh korban. “Itu pasca bentrokan. Makanya terlihat ada beberapa mayat yang bergelimpangan bersama dengan petugas di lokasi kejadian,” katanya.
Terkait beredarnya video pembantaian warga, Boy mengaku belum tahu motifnya. Yang jelas, Mabes Polri akan menelusuri siapa yang berniat memperkeruh suasana dengan menyebarkan video itu. “Terkesan ada niatan untuk menuduh kami terlibat. Kami akan selidiki,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo menilai saat ini sudah ada laporan 30 warga yang diperlakukan tidak manusiawi. Terhadap tindakan keji ini, aparat kepolisian harus proaktif mencari pelaku dan menghukum mereka seberat-beratnya. “DPR akan terus mendorong agar persoalan ini bisa segera diselesaikan,”
Di bagian lain, Komnas HAM sejatinya sudah sejak lama telah menginvestigasi kasus tersebut. Baik di Kecamatan Mesuji, Sumsel, maupun di Kabupaten Mesuji, Lampung. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengungkapkan, di Kecamatan Mesuji, masyarakat berkonflik dengan PT SWA sejak awal 2000. Dalam bentrok dengan petugas pamswakarsa PT SWA, memang sempat terjadi pembunuhan dengan memenggal kepala. Pembunuhan tersebut dipicu oleh terbunuhnya dua warga desa Sungai Sodong pada 21 April 2011.
“Video-video keji yang beredar itu adalah peristiwa kekerasan di daerah ini. Yang ada mayat-mayat di atas kap mobil dalam video itu. Dalam kasus ini tujuh orang tewas. Dua dari warga sipil, dan lima dari pihak PT SWA. Kami sudah membuat rekomendasi hukum dalam kasus ini,” katanya.
Desa Sungai Sodong Kondusif’
Beredarnya video aksi kekerasan di Mesuji Lampung termasuk Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI seolah mengingatkan kembali akan aksi yang menewaskan warga sipil tersebut. Hanya saja, sejumlah pihak minta kasus di dua tempat tersebut harus dipilah dan tidak disamaratakan.
“Kalau lihat kasusnya jelas beda. Untuk Desa Sungai Sodong di Kecamatan Mesuji, OKI proses hukumnya masih berjalan,” kata Ketua Pengadilan Negeri Kayuagung, Khusaini SH MHum, kemarin.
Lanjutnya, peristiwa berdarah terkait Desa Sodang terjadi pada 21 April 2011 lalu. Proses hukum yang menewaskan tujuh orang, dua warga dan lima karyawan PT Sumber Wangi Alam (SWA) itu, terkait masalah lahan (kemitraan/plasma) sedang berjalan.
Bahkan, saat ini sudah lima orang menjadi terdakwa. Berkasnya sudah dilimpahkan ke PN Kayuagung. Dalam 3 berkas untuk 5 orang terdakwa ini, sekarang dalam tahap pemeriksaan untuk proses pemeriksaan keterangan saksi,” terangnya.
Menurut Khusaini, sementara dari pihak warga atas nama Goni tidak terbukti melakukan pembunuhan. Goni hanya didakwa membawa senjata tajam dan itu sehari setelah kejadian. Goni divonis 6 bulang dipotong masa tahanan yang lebih dari 6 bulan.
Sementara untuk lima terdakwa dari pihak perusahaan dikenakan pasal 338 hukuman. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Ketua Komisi II DPRD OKI dari Fraksi Demokrat, HM Toufik, mengatakan, harusnya tayangan di beberapa TV swasta tersebut ada pemilahan antara kasus di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kab OKI, Provinsi Sumsel dengan kasus yang terjadi di Kabupaten Mesuji Lampung. “Untuk kasus di Sungai Sodong sudah kami telusuri, dan ternyata ada perbedaan yang jelas antara yang di OKI dan di Lampung,” tandasnya.
Toufik menjelaskan, pihak kami sudah pelajari kasus tersebut. Bila kasus ini terkait dengan kriminalitas, maka ini akan diarahkan ke hukum pidana (kriminalisasi). Dan untuk sektor lain (perkebunan/plasma) agar pemerintah dalam hal ini Pemda OKI, warga dan pihak perusahaan segera menyelesaikan kasus tersebut. “Kejadian ini berakar pada masalah kemitraan (plasma) dan inilah yang menjadi masalah sehingga terjadinya tragedi berdarah tersebut,” ujarnya.
Sementara Kapolres OKI AKBP Agus Fatchullah SIk menegaskan, kondisi di desa Sungai Sodong maupun PT SWA sudah kondusif. “Saya juga ingin tegaskan, tidak ada kaitan antara kasus Desa Sungai Sodong, OKI dengan Mesuji Lampung.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sabaruddin Ginting SIk mengatakan saat ini pihak kepolisian telah mendamaikan kedua belah pihak yang terlibat pertikaian. “Yang jelas penanganannya secara hukum masih berjalan. Sebanyak lima orang tersangka dari pihak perusahaan yang telah memicu konflik dan saat ini masih dalam proses pengadilan,” tegas Ginting.
Lanjut Ginting, kegiatan pengamanan oleh polisi dan upaya preventif lainnya dari instansi terkait ditandai dengan kembali berjalan normal aktivitas masyarakat dan kegiatan pabrik. “Urus dipahami bersama bahwa kabupaten Mesuji itu terletak di Lampung dan Kecamatan Mesuji itu ada di Kabupaten OKI, Sumsel. Artinya, gambar yang ditampilkan di komisi III DPR RI itu mengenai kasus pembunuhan di Sodong dan di Kabupaten Mesuji. Untuk kasus di Sodong, sejak terjadi pertikaian telah diambil langkah-langkah hukumnya. Setidaknya saat ini telah ada lima orang dari pihak perusahaan yang melakukan pembunuhan dua orang warga telah dilimpahkan. Malah satu orang warga Sodong juga telah divonis pengadilan telah membunuh lima orang karyawan PT SWA. Penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengungkap dugaan adanya pelaku-pelaku lain yang melakukan pembunuhan dan pengerusakan aset PT SWA,” bebernya.
TNI Kodam Tidak Terlibat
Terpisah, Panglima Kodam (Pangdam) II Sriwijaya, Mayjen TNI S Wijonarko SSos MM MSc melalui Kepala Penenerangan Daerah Militer Kodam (Kapendam) Letkol Arm Jauhari Agus Suraji menegaskan, pihaknya tetap memantau semua aktivitas di kawasan Mesuji, Lampung tempat terjadinya pembantaian 30 warga kampung Megoupak.
“Itu kan kejadian sudah lama (2008-2011),” kata Kapendam kepada wartawan di sela acara upacara Hari Juang Kartika di lapangan sepak bola Gelora Sriwijaya Km 9, kemarin (15/12). Dia menerangkan, pihaknya punya data permasalahan yang terjadi di lokasi tersebut. Dan memastikan, tidak ada keterlibatan aparat TNI Kodam di dalamnya.
“Memang kita punya data itu (persoalan kejadian). Tapi kita tidak terlibat didalamnya. Dan kita sebagai aparat teritorial memantau terus kegiatan-kegiatan yang ada di lapangan. Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi lagi hal-hal yang demikian,” ujarnya.
Menurut Kapendam, sampai saat ini lahan di kawasan tersebut masih dalam sengketa antara warga dan perusahaan (PT Silva Inhutani). Pasalnya menurut warga, mereka tidak merasa pernah menjual lahannya ke perusahaan. Sedangkan di sisi lain, perusahaan juga punya izin dari pemerintah.
“Yang jelas, kita setiap saat, penyelidikan harus kita laksanakan. Lahan itu sampai sekarang masih sengketa,” katanya.
Sumber : Sumeks.co.id
Tim tersebut juga bertugas untuk mencari solusi dengan melibatkan semua unsur, baik masyarakat, aparat, dan perusahaan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga terlibat dalam tim. “Komnas juga ikut. Komnas HAM memiliki perhatian dan data-data juga terhadap kasus tersebut,” papar Julian.
Jika fakta yang dibeber terkait dengan pembantaian tersebut benar, Julian menegaskan, oknum dari unsur mana pun harus ditindak tegas. Dia mengatakan, pemerintah juga serius untuk melakukan penegakan HAM. “Pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah peduli. Kalau ada oknum yang melakukan tindakan tidak patut harus diproses,” kata doktor ilmu politik Hosei University, Tokyo, itu.
Terpisah, Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengatakan, pihaknya siap bekerjama dalam tim untuk menindaklanjuti kasus Mesuji tersebut. “Kami memang mengharapkan ada tim yang menyeluruh,” kata Nur Kholis kepada koran ini.
Menurut dia, Komnas sudah pernah menerima laporan terkait dengan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan. Bahkan ada beberapa laporan, misalnya di OKI, Sumsel. “Kalau yang dilaporkan di Mesuji, kami akan fokus ke situ dulu,” ujarnya.
Komnas, lanjut dia, juga sudah pernah melakukan investigasi terkait dengan sengketa perkebunan. Saat ditanya hasilnya, Nur Kholis mengatakan, “Hasilnya nanti saya cek.”
Dalam pandangannya, kasus di Mesuji tersebut menjadi salah satu contoh bahwa konflik atau sengketa tanah perkebunan memang sangat mengganggu. Menurutnya, kasus seperti itu perlu mendapat perhatian dan penyelesaian secara menyeluruh.
Seperti diberitakan, sekelompok warga dari lembaga adat Megou Pak, Lampung, melaporkan pembantaian yang menewaskan 30 warga ke Komisi III DPR. Jumlah tewas itu adalah sepanjang tahun 2009 hingga 2011. Peristiwa terjadi saat PT Silva Inhutani, perusahaan perkebunan kelapa sawit, akan memperluas lahan.
Perusahaan yang dipimpin warga negara Malaysia bernama Benny Sutanto alias Abeng itu bermaksud memperluas lahan di kawasan Tulang Bawang, Mesuji, dan Sungai Sodong, Lampung. Namun perluasan lahan tersebut ditolak warga adat sekitar. Mereka menolak karena warga di tiga kawasan itu tidak pernah mengembangkan kelapa sawit.
Penolakan itu direspons secara represif oleh PT Silva Inhutani dengan membentuk pengamanan yang melibatkan masyarakat sipil atau pamswakarsa untuk menekan warga.
Polri Sebut Warga yang Menyerang Perusahaan Sawit
Mabes Polri menampik informasi yang disampaikan lembaga adat Megou Pak, Lampung, kepada Komisi III DPR Rabu (14/12) lalu. Korps Bhayangkara juga menegaskan bahwa video sadis pembantaian yang diputar di komisi bidang hukum tersebut bukanlah peristiwa berdarah yang terjadi di desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, Sumsel.
“Ada pihak yang ingin memberi kesan seolah-olah terjadi pembantaian yang dibekingi aparat. Padahal, tidak pernah ada pembantaian itu,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, kemarin (15/12).
Boy mengungkapkan, sejatinya ada dua kasus berbeda. Pertama, bentrokan antara warga dan pegawai PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, Sumsel, pada 21 April 2011. Kedua, sengketa lahan perkebunan sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung, pada November 2010 antara warga dan PT Silva Inhutani. Bedanya, warga Mesuji, Lampung, menuding PT Silva Inhutani tidak memiliki izin di wilayah tersebut.
Nah, peristiwa yang sampai menimbulkan korban jiwa itu terjadi di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, Sumsel. Namun, korban tidak mencapai 30 orang. Tapi tujuh orang. Yang menjadi korban, dua orang dari warga setempat sedangkan lima orang lainnya justru dari petugas keamanan SWA. Sedangkan di Kabupaten Mesuji, Lampung, sengketa tidak sampai menimbulkan bentrokan fisik dan korban jiwa.
Boy mengungkapkan, video yang diputar di DPR adalah gabungan dari berbagai peristiwa yang dicampuradukkan. Memang, dia mengakui, ada beberapa adegan yang diambil dari bentrok di Sungai Sodong. Yakni ketika ada seseorang dengan senjata laras panjang yang biasa digunakan polisi membawa bagian tubuh korban. “Itu pasca bentrokan. Makanya terlihat ada beberapa mayat yang bergelimpangan bersama dengan petugas di lokasi kejadian,” katanya.
Terkait beredarnya video pembantaian warga, Boy mengaku belum tahu motifnya. Yang jelas, Mabes Polri akan menelusuri siapa yang berniat memperkeruh suasana dengan menyebarkan video itu. “Terkesan ada niatan untuk menuduh kami terlibat. Kami akan selidiki,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo menilai saat ini sudah ada laporan 30 warga yang diperlakukan tidak manusiawi. Terhadap tindakan keji ini, aparat kepolisian harus proaktif mencari pelaku dan menghukum mereka seberat-beratnya. “DPR akan terus mendorong agar persoalan ini bisa segera diselesaikan,”
Di bagian lain, Komnas HAM sejatinya sudah sejak lama telah menginvestigasi kasus tersebut. Baik di Kecamatan Mesuji, Sumsel, maupun di Kabupaten Mesuji, Lampung. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengungkapkan, di Kecamatan Mesuji, masyarakat berkonflik dengan PT SWA sejak awal 2000. Dalam bentrok dengan petugas pamswakarsa PT SWA, memang sempat terjadi pembunuhan dengan memenggal kepala. Pembunuhan tersebut dipicu oleh terbunuhnya dua warga desa Sungai Sodong pada 21 April 2011.
“Video-video keji yang beredar itu adalah peristiwa kekerasan di daerah ini. Yang ada mayat-mayat di atas kap mobil dalam video itu. Dalam kasus ini tujuh orang tewas. Dua dari warga sipil, dan lima dari pihak PT SWA. Kami sudah membuat rekomendasi hukum dalam kasus ini,” katanya.
Desa Sungai Sodong Kondusif’
Beredarnya video aksi kekerasan di Mesuji Lampung termasuk Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI seolah mengingatkan kembali akan aksi yang menewaskan warga sipil tersebut. Hanya saja, sejumlah pihak minta kasus di dua tempat tersebut harus dipilah dan tidak disamaratakan.
“Kalau lihat kasusnya jelas beda. Untuk Desa Sungai Sodong di Kecamatan Mesuji, OKI proses hukumnya masih berjalan,” kata Ketua Pengadilan Negeri Kayuagung, Khusaini SH MHum, kemarin.
Lanjutnya, peristiwa berdarah terkait Desa Sodang terjadi pada 21 April 2011 lalu. Proses hukum yang menewaskan tujuh orang, dua warga dan lima karyawan PT Sumber Wangi Alam (SWA) itu, terkait masalah lahan (kemitraan/plasma) sedang berjalan.
Bahkan, saat ini sudah lima orang menjadi terdakwa. Berkasnya sudah dilimpahkan ke PN Kayuagung. Dalam 3 berkas untuk 5 orang terdakwa ini, sekarang dalam tahap pemeriksaan untuk proses pemeriksaan keterangan saksi,” terangnya.
Menurut Khusaini, sementara dari pihak warga atas nama Goni tidak terbukti melakukan pembunuhan. Goni hanya didakwa membawa senjata tajam dan itu sehari setelah kejadian. Goni divonis 6 bulang dipotong masa tahanan yang lebih dari 6 bulan.
Sementara untuk lima terdakwa dari pihak perusahaan dikenakan pasal 338 hukuman. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Ketua Komisi II DPRD OKI dari Fraksi Demokrat, HM Toufik, mengatakan, harusnya tayangan di beberapa TV swasta tersebut ada pemilahan antara kasus di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kab OKI, Provinsi Sumsel dengan kasus yang terjadi di Kabupaten Mesuji Lampung. “Untuk kasus di Sungai Sodong sudah kami telusuri, dan ternyata ada perbedaan yang jelas antara yang di OKI dan di Lampung,” tandasnya.
Toufik menjelaskan, pihak kami sudah pelajari kasus tersebut. Bila kasus ini terkait dengan kriminalitas, maka ini akan diarahkan ke hukum pidana (kriminalisasi). Dan untuk sektor lain (perkebunan/plasma) agar pemerintah dalam hal ini Pemda OKI, warga dan pihak perusahaan segera menyelesaikan kasus tersebut. “Kejadian ini berakar pada masalah kemitraan (plasma) dan inilah yang menjadi masalah sehingga terjadinya tragedi berdarah tersebut,” ujarnya.
Sementara Kapolres OKI AKBP Agus Fatchullah SIk menegaskan, kondisi di desa Sungai Sodong maupun PT SWA sudah kondusif. “Saya juga ingin tegaskan, tidak ada kaitan antara kasus Desa Sungai Sodong, OKI dengan Mesuji Lampung.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sabaruddin Ginting SIk mengatakan saat ini pihak kepolisian telah mendamaikan kedua belah pihak yang terlibat pertikaian. “Yang jelas penanganannya secara hukum masih berjalan. Sebanyak lima orang tersangka dari pihak perusahaan yang telah memicu konflik dan saat ini masih dalam proses pengadilan,” tegas Ginting.
Lanjut Ginting, kegiatan pengamanan oleh polisi dan upaya preventif lainnya dari instansi terkait ditandai dengan kembali berjalan normal aktivitas masyarakat dan kegiatan pabrik. “Urus dipahami bersama bahwa kabupaten Mesuji itu terletak di Lampung dan Kecamatan Mesuji itu ada di Kabupaten OKI, Sumsel. Artinya, gambar yang ditampilkan di komisi III DPR RI itu mengenai kasus pembunuhan di Sodong dan di Kabupaten Mesuji. Untuk kasus di Sodong, sejak terjadi pertikaian telah diambil langkah-langkah hukumnya. Setidaknya saat ini telah ada lima orang dari pihak perusahaan yang melakukan pembunuhan dua orang warga telah dilimpahkan. Malah satu orang warga Sodong juga telah divonis pengadilan telah membunuh lima orang karyawan PT SWA. Penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengungkap dugaan adanya pelaku-pelaku lain yang melakukan pembunuhan dan pengerusakan aset PT SWA,” bebernya.
TNI Kodam Tidak Terlibat
Terpisah, Panglima Kodam (Pangdam) II Sriwijaya, Mayjen TNI S Wijonarko SSos MM MSc melalui Kepala Penenerangan Daerah Militer Kodam (Kapendam) Letkol Arm Jauhari Agus Suraji menegaskan, pihaknya tetap memantau semua aktivitas di kawasan Mesuji, Lampung tempat terjadinya pembantaian 30 warga kampung Megoupak.
“Itu kan kejadian sudah lama (2008-2011),” kata Kapendam kepada wartawan di sela acara upacara Hari Juang Kartika di lapangan sepak bola Gelora Sriwijaya Km 9, kemarin (15/12). Dia menerangkan, pihaknya punya data permasalahan yang terjadi di lokasi tersebut. Dan memastikan, tidak ada keterlibatan aparat TNI Kodam di dalamnya.
“Memang kita punya data itu (persoalan kejadian). Tapi kita tidak terlibat didalamnya. Dan kita sebagai aparat teritorial memantau terus kegiatan-kegiatan yang ada di lapangan. Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi lagi hal-hal yang demikian,” ujarnya.
Menurut Kapendam, sampai saat ini lahan di kawasan tersebut masih dalam sengketa antara warga dan perusahaan (PT Silva Inhutani). Pasalnya menurut warga, mereka tidak merasa pernah menjual lahannya ke perusahaan. Sedangkan di sisi lain, perusahaan juga punya izin dari pemerintah.
“Yang jelas, kita setiap saat, penyelidikan harus kita laksanakan. Lahan itu sampai sekarang masih sengketa,” katanya.
Sumber : Sumeks.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar